BANGKALAN, (Kabarjawatimur.com) – Aktivitas sebuah bengkel modifikasi motor yang dikenal sebagai AMS di kawasan Jangkebuan, Kelurahan Pangeranan, Bangkalan, menjadi perhatian warga setempat. Bukan tanpa alasan, sejumlah warga merasa terganggu oleh suara knalpot motor yang bising dan uji coba kendaraan yang dilakukan di area pemukiman padat penduduk.
Menurut keterangan Fuad, warga yang tinggal tidak jauh dari lokasi bengkel, suara keras dari motor yang sedang dimodifikasi sering terdengar, bahkan hingga malam hari.
“Kadang siang, kadang malam. Suaranya keras dan membuat kami sulit beristirahat. Kalau hanya sesekali mungkin tidak masalah, tapi ini hampir setiap hari,” ungkapnya, Kamis (5/6/2025).
Di samping kebisingan, sejumlah warga juga mempertanyakan legalitas bengkel tersebut. “Kami tidak tahu apakah bengkel ini punya izin resmi atau tidak. Aktivitasnya jalan terus, tapi saat dicek sering kosong,” tambah Fuad.
Namun, warga menyatakan bahwa keluhan mereka bukan bermaksud mematikan usaha warga, melainkan lebih pada harapan agar ada penataan dan kejelasan perizinan yang tidak merugikan lingkungan sekitar.
“Kami mendukung siapa pun yang ingin berusaha, tapi kalau kegiatannya mengganggu lingkungan dan belum berizin, tentu harus ada pengawasan,” ujar salah satu warga lainnya.
Permasalahan ini bukan kali pertama dikeluhkan. Warga sebelumnya telah menyampaikan aspirasi mereka melalui surat resmi yang dikirimkan ke aparat terkait, mulai dari Polres, Camat, hingga Satpol PP.
Agus Deni, Lurah Pangeranan, membenarkan adanya keluhan tersebut dan menyebut bahwa pihak kelurahan telah meneruskan laporan warga ke instansi terkait.
“Kami sudah sampaikan surat ke pihak berwenang. Tapi kami juga mendapat arahan dari Bhabinkamtibmas untuk menunggu proses dan keputusan dari kepolisian,” jelas Agus.
Menurutnya, pihak kelurahan awalnya berencana memediasi antara warga, pemilik bengkel, dan tokoh lingkungan setempat seperti RT dan RW. Namun, laporan yang lebih dulu dikirimkan warga membuat proses masuk ke ranah formal.
“Rencana awal kami ingin duduk bersama mencari solusi terbaik, tapi karena laporan sudah lebih dulu dikirim oleh warga, kami mengikuti jalur prosedural,” imbuhnya.
Agus menambahkan bahwa pemilik lahan sebelumnya dikenal warga dan tak pernah menimbulkan masalah. Namun, setelah dikontrakkan kepada pihak bengkel, aktivitas yang lebih intens membuat warga merasa resah.
Warga berharap, solusi yang diambil tidak hanya berorientasi pada penertiban, tetapi juga mampu menghadirkan titik tengah—di mana aktivitas usaha bisa tetap berjalan dengan penyesuaian teknis agar tidak mengganggu kenyamanan lingkungan.
“Kami hanya ingin hidup tenang, tapi juga tidak ingin menghambat rezeki orang. Semoga ada titik temu,” tutup Fuad.
Reporter: Rusdi