SURABAYA (Kabarjawatimur.com) – Serikat Pekerja Pertamina Sepuluh November (SPPSN) di lingkungan PT Pertamina (Persero) menolak aksi korporasi yang melakukan privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melalui Initial Public Offering (IPO).
Ketua Umum SPPSN, Jhodi Irawan mengatakan, sesuai peran dalam ikut menjaga kelangsungan bisnis perusahaan dan tanggung jawab moral sebagai anak bangsa dalam kaitan menjalankan bisnis perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak, pihaknya dengan tegas menolak aksi korporasi yang melakukan privatisasi PGE dan menuntut penghentian semua upaya privatisasi seluruh unit usaha Pertamina.
Jhodi Irawan mengatakan atas dasar konstelasi yang terjadi di Perusahaan pasca restrukturisasi/holding Pertamina yang mana FSPPB pernah menggugat aksi korporasi tersebut karena dinilai Pertamina akan keluar dari khitohnya dalam menjalankan penugasan negara untuk memberikan sebesar-besar manfaat bagi rakyat Indonesia sebagaimana amanat UUD 1945 Pasal 33.
“Sesuai dengan yang sudah FSPPB perkirakan dahulu, saat ini mulai terbukti yaitu telah terjadi proses privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy yang dilakukan melalui aksi korporasi IPO atas kepemilikan negara melalui BUMN Pertamina di PGE oleh Pemerintah melalui Kementerian terkait, dimana patut diduga bahwa aksi korporasi tersebut tidak berlandaskan kajian yang prudent dan tanpa due dilligence yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga merugikan negara serta berpotensi adanya pelanggaran atas hukum yang cenderung menguntungkan sekelompok/golongan tertentu, bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat umum,” ujarnya Jhodi Irawan saat jumpa pers di kantor SPPSN, Jln. Jagir Wonokromo No.88 Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/02/2023).
Selain itu, dia menjelaskan bahwa PGE sebagai bagian dari afiliasi Pertamina, selama ini baik baik saja. PGE telah mencapai begitu banyak prestasi dan terus tumbuh sebagai salah satu perusahaan yang mengelola energi terbarukan serta menjadi masa depan elektrifikasi Indonesia di sektor hulu.
Indonesia sambung dia, memiliki kurang lebih 40 persen cadangan geothermal dunia dengan potensi cadangan 25.4 Giga Watt (GW) atau setara dengan 25.4 miliar Watt.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara pemilik cadangan terbesar di dunia atas sumber energi geothermal yang bersih, ramah lingkungan dan terbarukan sekaligus yang secara terus menerus disediakan melalui gunung-gunung api di seluruh wilayah Indonesia.
“Sampai dengan tahun 2022 PGE memegang kuasa atas WKP panas bumi terbesar di Indonesia dengan total 13 wilayah kerja. Dengan kapasitas total PLTP di Indonesia sebesar 2.292 Mega Watt (MW), sebanyak 82% berdiri di WKP milik PGE baik dengan skema operasi sendiri ataupun Joint Operation Contract,” imbuhnya.
Lalu, PGE mencatatkan kinerja positif sepanjang tahun, dan berbagai penghargaan juga terus diraih oleh PGE dengan tetap 100% milik Pertamina.
Penghargaan dimaksud diantaranya adalah meraih Proper Emas selama 12 tahun berturut-turut dari Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia. Selain itu PT. PGE juga meraih Index ESG tertinggi dari 679 Perusahan utility dan renewable power production di seluruh dunia serta banyak penghargaan-penghargaan lainnya.
Tak hanya itu, dalam hal pendanaan investasi, PGE juga tidak pernah kesulitan mendapatkan mitra strategis dalam setiap proyek pengembangan bisnisnya termasuk sangat mudah dalam mendapatkan dana murah/ soft loan.
Faktanya saat ini PGE telah dan sedang bekerja sama dengan banyak pihak sebagai lender strategis dan mendapatkan bunga pinjaman lunak seperti World Bank dengan Fix Rate 0.5 % per tahun selama 40 tahun plus Grace Priode 10 Tahun, JICA (Japan International Cooperation Agency) dengan Interest Rate sebesar 0.6 % per tahun untuk tranche ke-1 dan sebesar 0.01% per tahun fix rate di tranche ke 2 dengan tenor 40 tahun plus Grace Periode 10 tahun serta masih banyak lagi yang lainnya.
“ SPPSN beserta seluruh konstituen sama sekali tidak menemukan urgensi dari rencana IPO selain untuk menjual aset kepada pihak swasta/Asing yang menguntungkan para pemburu rente yang nihil nasionalisme,” tandasnya.
Jhodi Irawan menambahkan bahwa nilai yang diharapkan dari IPO dengan pelepasan saham kepemilikan 25 persen hanya berkisar Rp 9,7 triliun.
“Hal ini dilakukan di tengah semua kemudahan, di tengah semua pencapaian berbagai prestasi PGE. Apalagi saat ini Pertamina sebagai holding dengan penguasaan di sektor hulu migas mencapai 65 persen serta semua upaya efisiensi dan optimasi bisnis di bawah kepemimpinan Nicke Widyawati dan di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai Presiden RI sedang mengukir sejarah keuntungan tertinggi sepanjang sejarah dengan torehan laba tidak kurang dari Rp 57 triliun di tahun 2022, bahkan di masa-masa pandemi dan krisis yang belum berakhir,” kata Jhodi.
“Lalu ada apa dengan Manajemen PT. PGE? atau apakah ada pihak lain yang harus bertanggung jawab atas semua ini?” tegasnya.
Selain hal tersebut, lanjutnya, patut diduga pula bahwa akan terjadi lagi aksi korporasi serupa terhadap badan usaha strategis lainnya yang merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak di tubuh Pertamina.
“Atas hal tersebut, maka FSPPB menolak aksi korporasi yang melakukan privatisasi PGE melalui IPO dan menuntut penghentian semua upaya privatisasi seluruh unit usaha Pertamina, serta menetapkan deklarasi,” pungkasnya. (*)
Reporter : Pradah Tri W