Pimpinan Dewan Temui Warga Medokan Semampir, Terkait Keluhan Bakal Digusur Pengembang

SURABAYA (KABARJAWATIMUR.COM)  – Pimpinan DPRD Kota Surabaya menemui warga dan turun tangan terkait keluhan ratusan warga Medokan Semampir Timur Dam II dan V B, RT 1 RW 8, Kecamatan  Sukolilo. Warga mengeluh terancam terusir dari kampungnya oleh pengembang.

Wakil Ketua DPRD Surabaya A.H. Thony di Surabaya mengatakan keluhan warga muncul setelah salah satu pengembang mengklaim bahwa lahan warga di situ sudah diakuisisi.  Dimana, lahan di sempadan sungai tersebut diklaim sudah menjadi penguasaan personal salah satu pengembang.

“Kampung ini sudah dihuni 202 warga. Selain berupa deretan hunian permanen, juga berupa jalan umum, balai pertemuan, tempat ibadah, dan fasilitas publik lainnya. Warga sudah menempati 22 tahun sejak 2021. Tiba-tiba diusik menjelang Lebaran. Ini persoalan kemanusiaan. Kami ikut perjuangkan apa yang menjadi hak warga. Jangan dibenturkan ke persoalan hukum,” kata Wakil Ketua DPRD Surabaya A.H. Thony, Senin (10/4/2023).

Politisi Partai Gerindra ini menambahkan, pengembang berdalih mempunyai sertifikat atas tanah dari jual beli. Warga makin resah karena pengembang menggugat 77 warga Rp 1,2 miliar. Gugatan itu telah diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dijadwalkan 3 Mei 2024 mendatang warga akan berhadapan dengan hukum. Tentu ini makin membuat takut warga. Mereka harus didampingi dan dikuatkan. Sebenarnya tugas pemerintah menjamin hidup nyaman warga.

Untuk mencari solusi, AH Thony langsung turun tangan dan bertemu dengan warga Medokan Semampir DAM V B pada Jumat (7/4/2023). Menurutnya, permasalahan warga Medokan Semampir Dam II dan V B harus dicarikan solusi bersama bahkan, karena warga terus-terusan mendapatkan tekanan dari pengusaha besar untuk segara mengosongkan tanah yang telah dihuni sejak 2001 itu.

“Warga di situ (Dam II dan V B) juga warga Surabaya, jadi harus mendapatkan perhatian dan harus didampingi karena mereka dibenturkan dengan permasalahan hukum,” tegasnya.

Warga juga sudah mengadukan permasalahan tersebut sampai ke Presiden RI Joko Widodo pada Desember 2021. Sampai dilakukan rapat bersama oleh kantor staf kepresidenan dengan melibatkan empat Deputi. Hasilnya warga diperintahkan untuk mengirim surat permohonan pelepasan kepada Gubernur Jawa Timur.  

Thony juga mengkroscek data tanah tersebut melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN), di dalam peta tersebut diterangkan bahwa tanah yang sekarang digunakan warga maupun jalan berwarna ungu, yang artinya merupakan tanah hak pengelolaan (HPL).

“Ternyata tanah yang yang dikotak pada peta yang berwarna ungu adalah hak pengelolaan,” kata Thony.

Sementara itu, salah satu warga, Wardoyo mengaku, warga terus diintimidasi oleh oknum yang ingin menguasai tanah itu. Bahkan suatu malam pernah terjadi listrik dimatikan, agar warga semakin resah dengan bentuk intimidasi yang dilakukan.

“Yang kami ingin selama ini hidup tenang. Tidak ingin diusir dari hunian kami sampai akhir hayat,” kata Wardoyo.  (KJT)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *