Penguatan Kelembagaan Bawaslu Gresik Ajak Seluruh Elemen Kawal Demokrasi

GRESIK, – Dalam rangka penguatan kelembagaan di era modernisasi dan transformasi pengawasan pemilu, Bawaslu Gresik mengajak seluruh elemen untuk sama-sama ikut mengawal demokrasi indonesia.

Ketua Bawaslu Gresik Achmad Nadhori, mengatakan keberadaan Bawaslu di tingkat kabupaten/kota merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Menurutnya, transformasi kelembagaan ini merupakan bagian dari perjalanan panjang Bawaslu dalam memperkuat peran pengawasan pemilu.

“Bawaslu yang awalnya bersifat ad hoc kini menjadi lembaga permanen. Selama tujuh tahun perjalanan, tidak sedikit tantangan yang kami hadapi, khususnya dalam perbaikan dan penataan kelembagaan,” ujarnya.

Nadhori menambahkan, pengawas pemilu memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan penyelenggaraan pemilu dan pemilihan berlangsung lebih baik serta berkualitas.

“Dukungan serta masukan dari seluruh pihak menjadi ikhtiar penting dalam memperkuat kelembagaan pengawas pemilu, agar demokrasi di Gresik dapat berjalan semakin baik,” tegasnya.

Melalui forum ini, Bawaslu Gresik berharap tercipta kolaborasi yang solid dengan berbagai elemen masyarakat untuk mewujudkan pengawasan pemilu yang modern, adaptif, dan informatif.

Hal senada juga diutarakan oleh Anggota Komisi II DPR RI, Arif Wibowo yang hadir secara daring dalam acara Penguatan Kelembagaan Pengawasan Pemilu yang digelar di Hotel Aston, Kamis (25/9/2025).

Arif menegaskan, pentingnya penguatan kelembagaan Bawaslu dalam mengawal demokrasi Indonesia. Diskusi ini bukan hanya baik, tetapi juga menjadi kolerasi penting antara DPR dan pemerintah yang tengah merencanakan pembahasan perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

“Isu kelembagaan ini tidak hanya penting bagi Bawaslu, tetapi juga KPU. Dengan kewenangan yang ada, baik Bawaslu, KPU, maupun DKPP sudah dapat menghasilkan produk kelembagaan. Pertanyaannya, apakah model kelembagaan saat ini, yang masih bersifat ad hoc atau menuju permanen, sudah tepat atau belum,” ujar Arif.

Ia juga mengaitkan transformasi kelembagaan Bawaslu dengan sejarah kepemiluan yang telah ditekankan sejak Presiden pertama RI, Ir. Soekarno. Menurutnya, keberadaan Bawaslu bukan sekadar pekerja pemilu, melainkan pekerja demokrasi yang memiliki tanggung jawab jauh lebih luas.

“Pada 2019, Panwaslu berubah menjadi Bawaslu. Transformasi panjang ini menunjukkan adanya hasil dan kemajuan yang dicapai. Pemilu kita telah berkembang, meski masih terdapat kekurangan. Karena itu, proses reformasi kelembagaan harus terus berjalan,” tegasnya.

Dia menambahkan, keberadaan Bawaslu memiliki dasar konstitusional yang kokoh sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945. Oleh karena itu, Bawaslu tidak boleh dipandang hanya bekerja lima tahunan saat pemilu berlangsung.

“Kerja demokrasi adalah proses panjang, baik di masa tahapan maupun non-tahapan pemilu. Justru di masa non-tahapan inilah Bawaslu harus memperkuat pencegahan, membangun hubungan dengan berbagai pihak, dan memastikan kondisi tetap kondusif,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa secara institusional Bawaslu berperan penting dalam menangani pelanggaran, meminimalisir kecurangan, serta memastikan pemilu berlangsung adil dan demokratis.

“Jangan sampai ketika turun lapangan kita tidak siap. Karena itu, kelembagaan Bawaslu harus terus diperkuat,” pungkasnya.

Reporter : Azharil Farich

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *