BANYUWANGI – Umat Katolik di Banyuwangi, Jawa Timur menggelar Hari Doa Panggilan yang ke 62.
Acara yang digelar setiap setahun sekali oleh umat Katolik ini berlangsung khidmat dan lancar.
Sejak Minggu 8 Mei 2025 pagi, Gereja Katolik Paroki Maria Ratu Para Rosul Curahjati, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi dipadati oleh umat Katolik dari berbagai daerah.
Ketua Paroki Curahjati, RP. Yustinus Sumaryono O. Carm mengatakan peringatakan ini merupakan sebuah anugerah bagi semuanya.
“Tema hari ini yakni peziarah pengharapan, anugerah kehidupan. Dimana momen ketika umat Katolik diajak secara khusus untuk merenungkan dan mendukung panggilan hidup, hidup bakti, dan hidup berkeluarga,” jelas Romo.
Tidak hanya itu, dalam momen itu pastor juga membagikan pengalaman hidupnya. Mereka menyimak pesan yang disampaikan oleh pastor.
Hal itu agar para umat katolik utamanya orang-orang muda bisa terpanggil dan memperoleh hidayah.
“Jadi pengalaman pastor tadi disampaikan. kepada orang-orang muda itu agar tertarik terpanggil mengikuti jalan yang dipilih sebab jika kita mati tidak ada yang menggantikan,” tegasnya.
Tidak hanya itu, para suster atau biarawati di Paroki Curahjati juga membagikan pengalaman dan cerita sejak awal terpanggil.
Andai tahu saja, suster dikenal karena dedikasi mereka pada hidup yang membiara, dan mereka hadir ditengah-tengah kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan.
Para suster sering terlibat dalam berbagai bidang pelayanan, seperti pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial di gereja atau masyarakat umum.
Setidaknya, Paroki Curahjati juga memiliki Panti Asuhan, puluhan anak asuh dari berbagai daerah juga hidup bersama para suster disana.
Pengalaman-pengalaman tersebut dilakukan oleh Suster Kristina Lali Seingo dan Suster Petronela Susanti Dowa H. Carm.
Menurutnya, jadi suster ini ia ingin melayani dan mempunyai misi membawa orang-orang merasakan kasih Tuhan yang selalu ada dimanapun.
“Saya sejak dari kecil ingin jadi suster. Memang ada keinginan tapi orang tua tidak mengizinkan. Seiring berjalannya waktu, hati saya terpanggil sejak kelas 3 SMA tertarik menjadi suster,” ucap Suster Kristina asli Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur ini.
Menjadi suster tidaklah mudah, mereka perlu mengikuti serangkaian tahapan dan persyaratan, termasuk memiliki panggilan untuk hidup membiara, dan menjalani proses pendidikan dan pembinaan di biara.
Pengalaman yang sama pun telah dirasakan oleh Suster Susanti Dowa, ia didukung oleh keluarganya untuk mengabdi sebagai suster.
“Saya dari enam bersaudara. Dan, tiga saudara saya terpanggil menjadi biarawati juga,” ucap Suster yang pernah bertugas di gereja wilayah Bangkalan, Madura ini.
Banyak tantangan yang perlu dihadapi ketika berada di Panti Asuhan. Para suster dipaksa untuk lebih bersabar mengahadi para anak-anak yang memiliki watak dan karakter yang berbeda-beda dan pribadi-pribadi unik lainnya.
“Saya sungguh-sungguh mengalami bahwa Tuhan memiliki rencana dibalik semua ini. Dan saya belajar bagaimana menjadi seorang ibu untuk anak-anak yang tidak memiliki orang tua,” pungkasnya.
Acara Hari Doa Panggilan yang ke 62 tersebut ditutup dengan Talkshow dan sejumlah kegiatan lainnya. ***