Kabar Terbaru Pilbup Banyuwangi, Petahana Cukup Kuat, Potensi Kalah Juga Besar

BANYUWANGI – Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Abdullah Azwar Anas (A3) jelas dianggap sebagai tokoh sentral sekaligus sumber kekuatan bagi Ipuk Fiestiandani jika nanti kembali maju sebagai Calon Bupati Banyuwangi periode 2024-2029.

Betapa tidak, A3 adalah Bupati Banyuwangi dua periode. Jargon Dahsyat (Abdullah Azwar Anas-Yusuf Widyatmoko) mampu menarik simpati rakyat dan melenggang mulus hingga keduanya dilantik dan terakhir menjabat 2020.

Namun, belakangan sosok bupati dan wakil bupati itu pecah kongsi dalam perhelatan pemilihan kepala daerah atau Pilkada Banyuwangi tahun 2020.

Dengan segala intrik dan dinamikanya, A3 tetap saja sanggup menghempaskan Yusuf Widyatmoko, sebagai calon bupati dalam pertarungan bebas pilkada edisi periode lalu. A3 sukses mengantarkan istrinya menjadi bupati berikutnya sekaligus menggantikan dirinya.

Namun, perlu dicatat. Kemenangan yang diraih pasangan calon (Paslon) Ipuk-Sugirah juga begitu melelahkan. Dua kemenangan yang diraih Anas-Yusuf dengan jargon Dahsyat tidak bisa benar-benar diikuti Ipuk-Sugirah. Sebab, paslon no urut 2 itu hanya unggul tipis 52,4 persen.

Jargon berkesinambungan tetap menang, meski tidak dahsyat dan ini bisa menjadi pekerjaan besar bagi Ipuk kalau maju kembali dalam Pilkada tahun ini.

Mempunyai basis massa yang loyal dan militan, A3 terbukti tampil sebagai pemenang dalam tiga edisi pilkada terakhir, baik sebagai kandidat maupun sebagai panglima untuk istrinya.

Tentu, untuk periode keempat dia juga berpotensi akan berusaha maksimal dan mati-matian agar istrinya kembali mempertahankan kekuasaan.

Tentu, mempertahankan kekuasaan tidaklah gampang. Oleh karena itu, Pilkada tahun ini adalah momentum terakhir dan menjadi catatan sejarah bagi dia menahbiskan diri sebagai sosok pemenang tunggal atau sebaliknya justru tumbang sebagai pecundang di akhir masa pertarungan!

Melihat fenomena yang berkembang saat ini, A3 menjabat menteri di era presiden Joko Widodo berakhir tanggal 21 Oktober tahun ini. Peluang dia kembali diangkat menteri menipis hal itu lantaran dia adalah politisi PDIP, sementara presiden adalah Prabowo Subianto. Beda masa, beda cerita. Kembali ke pepatah, setiap masa ada orangnya, setiap orang ada masanya.

Ini dianggap masa terakhir A3. Sebab, dia kemungkinan besar tidak menjabat lagi menteri. Sementara, Ipuk yang notabene istrinya masih ada kesempatan bertarung mempertahankan kekuasaan. Sebagai catatan, pada Pilkada yang dihelat 27 November nanti A3 tidak lagi menjabat apa-apa.

Kalau Ipuk Fiestiandani kembali terpilih sebagai bupati lagi, maka ini menjadi sukses besar bagi A3 dan keluarganya di perpolitikan Banyuwangi.

Sejarah ini akan sangat sulit terulang bagi orang lain untuk menandingi. Seorang sepasang suami-istri sanggup memenangi pilkada empat kali berturut-turut sekaligus. Kalau luput, maka sejarah tetap mencatat suami-istri menduduki kursi bupati hanya saja, di masa terakhir dinasti, Ipuk cuma sekali menjabat bupati.

Dengan frekuensi politik yang dinamis, sejumlah kelompok lain kini tengah membuat barisan kekuatan yang tidak bisa dianggap remeh. Sebab, berbagai kelompok “non pendopo” membangun narasi perjuangan untuk mengalahkan dinasti. Jika hari ini tidak bisa dilawan mati-matian, demokrasi dianggap stagnan dan mati suri.

Munculnya sederet nama calon bupati saat ini cenderung membawa pesan moral. Misalnya, Sumail Abdullah juga pasang badan. Anggota DPR RI dari Gerindra itu juga siap tampil di Pilkada kali ini.

Dia bahkan rela melepas jabatan sebagai wakil rakyat hasil pemilu 2019. Padahal, ketua DPC Gerindra Kabupaten Banyuwangi itu terpilih periode ketiga hasil pemilu 2024. Hebat dan mantab.

KH. Ahmad Munib Syafaat (Gus Munib) juga terang-terangan maju sebagai kandidat bupati. Seorang politisi, akademisi dan pengasuh pondok pesantren, kualitasnya sebagai figur bersih dan memiliki rekam jejak yang baik menjadi ancaman serius bagi petahana.

Ada nama lain, seperti Ali Ruchi yang juga menyatakan kesiapan maju sebagai calon bupati. Bahkan, dia satu-satunya tokoh birokrat yang berani memasang banner/baliho dirinya di sejumlah titik di Banyuwangi.

Perkembangan terbaru, sejumlah politisi membangun narasi untuk berkoalisi. Misalnya, PKB yang menjajaki koalisi dengan Partai Demokrat dengan nama Koalisi Kebangkitan-Demokrat.

Dua partai ini bergabung, sudah cukup mengantarkan paslon calon bupati dan wakil bupati. PKB 9 kursi, Demokrat 7 kursi.

PKB berdasar hasil musyawarah kerja (Musker) telah menunjuk Gus Munib sebagai calon bupati. Jika ini realisasi, pasangan Gus Munib berpotensi menggandeng Ketua DPC Partai Demokrat, Michael Edy Hariyanto sebagai calon wakil bupati.

Gus Munib jelas memiliki kapasitas yang mumpuni. Jauh-jauh hari dia juga berani dan tidak tampil pada perhelatan pileg tahun ini. Sementara itu, Michael juga punya kans memilih posisi calon wakil bupati karena penggantinya di DPRD akan digantikan oleh putranya, A Dhani Kurniawan.

Lantas bagaimana dengan sikap Sumail Abdullah jika Paslon ini sukses? Tentu, politisi kawakan ini juga tidak tinggal diam. Sebab, Gerindra (6 kursi) masih ada kans membangun komunikasi dengan parpol lain, seperti Nasdem (7 kursi) dan PPP (3 kursi). Dan, ini cukup sebagai syarat pencalonan.

Pilkada 2020 lalu, Gerindra, Nasdem dan PPP bersama PDIP adalah koalisi pengusung Ipuk-Sugirah. Pilkada tahun ini, apakah koalisi ini bersatu kembali atau malah pecah kongsi? Jika pecah kongsi, maka Sumail leluasa mencari wakil, kalau harus kembali bergabung dengan PDIP, maka berpotensi cuma diisi dua paslon yang bertarung.

Kalau ini terjadi, maka pertarungan hebat jilid 2 akan kembali terulang. Ipuk dengan segala kekuatannya akan melawan rival yang tidak boleh dianggap sebelah mata.

Permasalahan klasik nanti akan mengikuti. Gerindra, Nasdem, dan PPP mengikuti ritme dinasti atau malah bergabung dengan PKB-Demokrat yang tentunya menjadi koalisi super besar.

Sementara itu, Golkar juga pasang badan dengan menunjuk Handoko yang notabene Sekjen Projo sebagai calon bupati Banyuwangi.

Tentunya, partai beringin menunjuk nama kadernya sebagai nilai tawar. Berpotensi menjadi calon wakil bupati dan akhirnya bisa ditebak Ipuk-Handoko berpotensi menjadi paslon yang cukup ideal.

Dengan skenario itu, publik bisa melihat peta persebaran kekuatan. Petahana memang cukup kuat, karena faktor A3 ketika sedang menjabat.

Tapi perlu dicatat, kekuatannya selama ini tatkala ketika menjabat, bagaimana dengan skema kalau dia tidak lagi menjabat menteri? Dengan demikian, petahana dianggap masih punya kuasa, potensi dikalahkan juga besar jika semua parpol memilih common enemy melawan dinasti!

Penulis adalah Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Dapil Se Banyuwangi

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *