LAMONGAN (Kabarjawatimur.com) – Setelah sempat facum untuk beberapa waktu, kabar dugaan penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di wilayah Kabupaten Lamongan kembali mencuat.
Tepatnya di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) 54.622.10 Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, dilokasi tersebut terlihat jelas beberapa aktifitas mencurigakan dari kegiatan pengisian (pembelian) solar subsidi.
Dengan dalih serta modus untuk kebutuhan nelayan, kendaraan pickup (bak terbuka) bermuatan drum-drum secara leluasa diisi solar, dan selanjutnya dibawa menuju lapak (penampungan sementara) milik para oknum yang telah disiapkan.
Miris, lagi-lagi subsidi BBM dari pemerintah untuk masyarakat miskin harus terampas oleh mafia solar demi menggeruk keuntungan pribadi.
Berdasarkan penelusuran dan informasi yang berhasil dihimpun awak media, polemik dugaan ilegal buying yang terjadi di SPBU Kemantren telah memunculkan beberapa nama yang diduga sebagai aktor utama usaha ilegal tersebut, salah satunya adalah pria berinisial GNWN.
Saat dikonfirmasi oleh tim pewarta melalui pesan WhatsApp pada Kamis (30/03/2023), ponsel yang bersangkutan sedang tidak aktif dengan tanda centang satu.
Rumor lain yang beredar, GNWN tak hanya menggarong solar subsidi di SPBU Kemantren saja, namun ia juga melakukan hal yang sama di SPBU Paciran, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan.
Sementara itu, pihak Aparat Penegak Hukum (APH) setempat, dalam hal ini Polres Lamongan saat dikonfirmasi sebelumnya pada Rabu (30/03/2023), pihaknya belum menanggapi.
Disisi lain, saat awak media bersama tim mencoba mengkomunikasikan perihal polemik solar subsidi yang terjadi ke Direskrimsus Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur, pihaknya menyarankan untuk melakukan tahapan pengaduan sesuai prosedur.
“Jenengan sudah koordinasikan dengan Kasat Reskrim belum ?, silahkan ke Polres dulu ya,” terang Kombes Pol M Farman melalui id WhatsApp miliknya.
Kejahatan terhadap migas seperti penimbunan minyak bumi dan gas dapat merugikan negara dan masyarakat, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 55 Undang Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pelaku terancam pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.
Reporter : Pradah Tri W