SURABAYA (KABARJAWATIMUR.COM) DPRD Kota Surabaya mengusulkan agar ada penyusunan ulang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surabaya tahun 2025-2029. Hal itu diperlukan agar RPJMD 2025-2029 lebih adaptif terhadap perkembangan situasi global dan kondisi sosial ekonomi masyarakat terkini.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni mengatakan pihaknya mendorong penyusunan ulang atau penyempurnaan dokumen RPJMDKota Surabaya tahun 2025-2029. Menurutnya, RPJMD sebagai dokumen strategis yang mengarahkan pembangunan kota dalam lima tahun ke depan harus berpijak pada realitas baru, bukan hanya bersandar pada visi-misi normatif.
Disampaikan bahwa saat pembahasan rancangan awal RPJMD bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, DPRD mencermati bahwa dokumen tersebut belum sepenuhnya menyesuaikan diri dengan dinamika geopolitik global, termasuk ketegangan dagang antarnegara, fluktuasi nilai tukar mata uang, serta harga komoditas yang tidak stabil.
“RPJMD ini bagian dari implementasi visi-misi Eri-Armuji saat maju dalam Pilkada 2024. Tapi saat itu situasi dunia belum sekompleks sekarang. Perang dagang belum sekuat ini, dan ketidakpastian ekonomi belum sebesar hari ini. Maka dari itu, kita usulkan agar RPJMD disempurnakan agar lebih adaptif,” ujar Arif Fathoni, Kamis (17/4/2025).
Politisi Partai Golkar Kota Surabaya ini menegaskan bahwa meski dampak dari situasi global belum sepenuhnya dirasakan secara langsung oleh masyarakat Surabaya, namun dalam jangka panjang pengaruhnya akan sangat signifikan. Dampai itu khususnya terhadap daya beli masyarakat, iklim investasi, dan potensi penerimaan pendapatan asli daerah (PAD).
“Semua pelaku usaha saat ini dalam posisi wait and see. Pasar saham fluktuatif, kurs dolar terhadap rupiah tak menentu, bahkan harga emas roller coaster. Ini sinyal-sinyal ekonomi yang tidak bisa diabaikan begitu saja,” tegasnya.
Fathoni juga menekankan, situasi ekonomi global tersebut harus menjadi salah satu referensi utama dalam penyesuaian target-target dalam RPJMD, khususnya terkait target penerimaan pajak dan retribusi. Sebab kondisi ekonomi lesu seperti saat ini, masyarakat akan cenderung memprioritaskan kebutuhan primer, seperti pangan dan pendidikan anak, daripada membayar kewajiban pajak atau retribusi.
“Target pajak daerah harus realistis. Kalau masyarakat susah, bagaimana mereka bisa menyumbang PAD? Maka, jangan sampai kita menyusun target yang tidak bisa dicapai hanya karena mengabaikan realita ekonomi masyarakat,” terangnya.
Mantan jurnalis ini juga menyoroti pentingnya sektor pendidikan dalam strategi pengentasan kemiskinan. Ia menilai, upaya mengurangi angka kemiskinan tidak cukup hanya melalui pemberian bantuan langsung, tetapi juga perlu didukung intervensi pendidikan yang kuat.
“Kami berharap pemerintah kota bisa memfasilitasi program-program seperti Sekolah Rakyat dari pemerintah pusat. Karena sejatinya, pendidikan adalah pemutus mata rantai kemiskinan yang paling fundamental,” pungkasnya. (KJT)