SURABAYA (KABARJAWATIMUR.COM) DPRD Kota Surabaya mendukung program urban farming di wilayah Kota Surabaya untuk terus dikembangkan. Hal ini dalam rangka agar ketahanan dan produk pangan mandiri bisa diwujudkan dan Surabaya bisa menjadi kampung asri.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufidah menegaskan pihaknya mendorong agar urban farming di seluruh kampung di Surabaya terus dikembangkan. Seperti yang dilakukan di Kampung Kendangsari Gang 1, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Surabaya, dimana warga bisa menikmati hasilnya untuk kebutuhan harian sendiri.
“Warga juga memasok (hasil urban farming,Red) ke sejumlah warung-warung untuk lalapan sehingga bernilai ekonomi. Mulai sayur sawi, kangkung, brokoli, selada, tomat, hingga cabe,” ujar Laila Mufidah, Senin (24/2/2025).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa Kota Surabaya ini menambahkan, kwalitas urban farming juga terus dilakukan lantaran disinalir situasinya saat ini mulai berubah karena produksinya tidak sesegar dan seproduktif dulu. Sedangkan di awal diciptakan Kampung Ijo pada 2020, sekali panen bisa mendapat omset sampai Rp7 juta.
Disampaikan jika saat ini, kondisinya mulai berubah setelah lima tahun berjalan dengan media hidroponik yang semula mencapai 25 titik kini tinggal 12 titik atau tinggal 2.000 lubang hidroponik.
Jika kondisi ini dibiarkan, keberlangsungan kampung yang berjuluk Kampung Ijo Kendangsari itu dipertaruhkan. Warga yang sudah secara mandiri membangun Kampung Ijo selama lima tahun itu perlu dukungan optimal dari Pemkot Surabaya.
“Tugas semua pihak untuk terus menjaga dan mempertahankan urban farming. Budi daya sayur di media pot dan hidroponik adalah cara tepat mewujudkan ketahanan pangan di perkotaan,” tegasnya.
Pihaknya juga mengapresiasi kemandirian warga Kampung Kendangsari melahirkan Kampung Ijo. Termasuk mengapresiasi jika kemandirian warga itu juga didukung Pemkot Surabaya. Selama ini warga di Kendangsari ingin Pemkot memberikan jalan untuk menjadikan Kampung Ijo mendapat link dan jaringan yang lebih luas. Tidak hanya jaringan warung makan yang dibangun warga sendiri, tapi bisa masuk pasar yang lebih besar.
“Salah satunya karena ancaman hujan yang berkepanjangan. Hidroponik salah satu yang dihindari adalah kena hujan langsung. Kami ingin Pemkot membantu mini green house,” kata Koordinator urban farming Kendangsari RT 01/RW 05 Wahyu Agustiana.
Saat ini dengan kemandiriannya, warga memasarkan lewat medsos dan klasikal di warung terdekat kampung. Branding online warga menjadikan program urban farming Kendangsari cukup dikenal dengan 20 anggota dari warga yang aktif. (KJT)