DPC SOKSI Gresik Soroti Tingginya Angka Pengangguran dan Lemahnya Data Disnaker

GRESIK, (Kabarjawatimur.com) – Pengurus DPC Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Kabupaten Gresik menyoroti masih tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kota Pudak, yang pada 2024 tercatat sebesar 6,45 persen atau setara dengan 50.368 orang. Padahal, setidaknya terdapat 2.077 perusahaan beroperasi di Gresik, baik skala kecil, besar, PMDN, maupun PMA.

Ketua DPC SOKSI Kabupaten Gresik, Ahmad Nurhamim, menyatakan keprihatinannya atas kondisi tersebut. “SOKSI Gresik sangat prihatin melihat fakta masih tingginya angka pengangguran terbuka di Gresik, sehingga memunculkan gelombang demonstrasi dari masyarakat,” ujarnya dalam keterangan pers di kantornya, Sabtu (1/11/2025).

Nurhamim, yang juga Wakil Ketua DPRD Gresik, menegaskan bahwa pemerintah sebenarnya telah memiliki payung hukum untuk mengatasi persoalan ini, yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan. Perda inisiatif DPRD itu, menurutnya, mengatur hak warga berkartu tanda penduduk (KTP) Gresik untuk memperoleh 60 persen kuota lowongan pekerjaan.

Namun, di lapangan, aturan itu dinilai tidak berjalan optimal. “Banyak lowongan yang tidak terisi oleh masyarakat asli Gresik. Banyak laporan masuk kepada kami tentang indikasi orang dalam yang bermain saat ada lowongan pekerjaan,” jelas Nurhamim, yang akrab disapa Anha. Ia mengaku sedang menelusuri hal tersebut, meski enggan membeberkan pihak yang dimaksud.

Anha juga mengkritik Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) setempat yang dinilai tidak mampu menyajikan data akurat mengenai penanganan pengangguran. “Disnaker tidak bisa memberikan data yang riil. Berapa warga Gresik yang menganggur, butuh pekerjaan, atau berapa yang diterima melalui Job Fair? Itu tidak jelas,” ungkapnya.

Menurut Anha, tantangan lain yang dihadapi Disnaker adalah penyiapan tenaga kerja yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan perusahaan. Ia menawarkan bantuan melalui bidang yang dimiliki SOKSI untuk menyiapkan calon pekerja. “Tentu hal itu bisa berjalan jika ada intervensi dari pemerintah sebagai eksekutor,” pintanya.

Anha berharap penanganan pengangguran tidak hanya bersifat formalitas atau reaktif saat ada demonstrasi. “Setelah demo reda, semuanya berjalan seperti biasa lagi. Akibatnya, progres dan capaian penanganan pengangguran tidak terukur dengan baik,” pungkasnya.

Reporter : Azharil Farich

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *