Budidaya Maggot Berkat Program CSR PT BSI Bisa Sukses, Kelompok Pemuda PEGA Dipercaya Tularkan Ilmunya

BANYUWANGI – Kelompok Pemuda Etan Gladak Anyar (PEGA) mendapatkan nama baik di dunia budidaya maggot.

Kali ini PEGA, yang merupakan kelompok pemuda pelaku budidaya Maggot di Dusun Seloagung, Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi, Jawa Timur dipercaya karena berprestasi.

Ya, andai tau saja budidaya maggot tersebut merupakan Program Pengembangan dan Pemberdayaan atau PPM biasa disebut Corporate Social Responsibility (CSR), terus digulirkan PT Bumi Suksesindo (PT BSI), kepada masyarakat sekitar.

Yang istimewa, program PPM anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold Tbk, hingga berbuah prestasi gemilang. Dimana kelompok PEGA, sampai diminta untuk menularkan ilmu budidaya larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) tersebut.

“Kami diminta menjadi konsultan di Negeri Kanguru Australia dengan kontrak selama dua bulan dan tugas tersebut dapat kami selesaikan dalam sebulan,” ucap Ketua PEGA, Sundariyanto.

PEGA, yang kini berbentuk Persekutuan Komanditer atau CV merupakan dampingan PT BSI sejak tahun 2018 lalu. Keseharian, mereka membudidayakan maggot dengan memanfaatkan sampah sisa makanan dan buah-buahan sebagai pakan. Untuk sampah, suplay terbesar dari perusahaan. Sebagian lagi sampah rumah tangga.

“Dengan memanfaatkan sampah organik, kami bukan hanya menghasilkan maggot, tapi juga pupuk cair organik dan pupuk kompos,” ungkapnya.

Bagi yang belum paham apa itu maggot. Maggot adalah belatung atau larva yang dihasilkan dari telur lalat hitam alias Black Soldier Fly (BSF). Maggot sangat aktif memakan sampah organik. Larva maggot dapat menjadi sumber protein yang baik untuk pakan unggas dan ikan.

“Kandungan protein dan nutrisinya cukup tinggi, akhirnya banyak masyarakat yang tertarik untuk memanfaatkannya,” cetus Sundariyanto.

Ditengah harga pakan pabrikan yang terus melambung baik, membuat masyarakat makin melirik maggot. Apalagi harga maggot terbilang lebih ekonomis.

“Bagi yang sudah merasakan manfaatnya, mereka akan lebih memilih maggot sebagai pakan ternak dari pada pakan konsentrat, selain harganya murah hasilnya maksimal,” ujar Sundriyanto.

“Pupuk cair organik dan pupuk kompos yang kami hasilkan dari budidaya maggot, semakin hari juga makin banyak peminat. Bahkan banyak yang pesan jauh-jauh hari,” imbuhnya.

Dikisahkan, budidaya yang dilakukan PEGA ini berawal saat mereka menemukan larva lalat di Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di Pesanggaran. Kala itu Sundariyanto dan kelompoknya belum bisa membedakan antara larva lalat hijau dan lalat BSF. Ilmu tersebut baru mereka dapat setelah mendapatkan pelatihan dari Comunity Development atau External Affairs PT BSI.

Bekal pengetahuan tersebut selanjutkan digunakan untuk memulai budidaya maggot sampai sekarang. Berkat kesungguhan, kini PEGA sudah mampu menembus pasar maggot hingga keluar Jawa, salah satunya Kalimantan.

Makin membanggakan, ilmu dan pengalaman mereka juga banyak dibutuhkan masyarakat. Bekerjasama dengan Forum Komunikasi Lembaga Pelatihan Kerja dan Industri (FKLPKI) dan Balai Latihan Vokasi dan Produktivitas (BLVP) Banyuwangi, Sundariyanto Cs banyak diundang sebagai pembicara dalam kegiatan pelatihan.

“Saat ini kami juga melakukan pendampingan budidaya maggot di Desa Licin dan Kebondalem. Rencananya akan kita kembangkan di 14 desa lain, agar bisa membantu mengatasi masalah sampah sekaligus mampu menjadi sumber penghasilan baru,” bebernya. (*)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *