Bambang Haryo Prihatin, Sidoarjo Dilewati Dua Sungai Besar Tapi Jaringan Pipa Air Minum Masih Minim

SIDOARJO (KABARJAWATIMUR.COM) Politisi Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono (BHS) prihatin dengan adanya kondisi sangat ironis di Kabupaten Sidoarjo yang dilewati dua sungai besar yaitu Sungai Porong dan Sungai Surabaya. Akses jaringan pipa air minum ke warga masih berkisar 37 persen hingga saat ini dan bahkan Sidoarjo sebagian besar masih tergantung sekitar 60 persen dari aliran air dari Umbulan atau wilayah Pasuruan.

Dikatakan anggota DPR-RI periode 2014-2019 ini, bahkan di Sidoarjo juga telah dibangun oleh Pemerintah Pusat Longstorage Kalimati yang mempunyai kapasitas sekitar 2 juta meter kubik dengan kualitas air standart A yang layak untuk dijadikan air bersih (air minum). Namun sampai dengan saat ini tidak dimanfaatkan sama sekali baik sebagai air minum maupun irigasi pertanian.

“Berbeda dengan Surabaya yang memanfaatkan air sungainya limpahan dari sungai yang melewati Kabupaten Sidoarjo yaitu Sungai Brantas Hilir/Sungai Kalimas. PDAM Surabaya telah melayani akses jaringan pipa mencapai 100 persen, dimana 98 persen memanfaatkan dari limpahan Sungai Kalimas yang disaring dan diendapkan dengan menggunakan 10 metode penjernihan air dengan menggunakan tawas. Sehingga air sungai Brantas buangan dari Kabupaten Mojokerto dan Sidoarjo bisa dijernihkan dan bahkan Surabaya mentargetkan air minum bisa diminum dengan kualitas kejernihan sejajar dengan air sumber umbulan untuk 3,2 juta penduduk Kota Surabaya,” kata Bambang Haryo Soekartono.

Tarif PDAM di Sidoarjo pun, kata Alumnus ITS Surabaya ini, sangat mahal, dimana tarif bawah Rp 6.213 rupiah permeter kubik dan tarif atas Rp 17.174 rupiah permeter kubik. Sedangkan Surabaya jauh lebih murah dimana tarif bawah Rp 1.700 rupiah permeter kubik dan tarif atas Rp 7.000 rupiah permeter kubik.

“Tetapi Sidoarjo dengan tarif mahal, baru bisa melayani penambahan dan penggantian pipa di tahun 2022 tidak lebih dari 10 kilometer. Sedangkan Surabaya mencapai 139 kilometer,” tegas Dewan Pakar DPP Partai Gerindra ini. 

Dari data yang dihimpun, BHS mengungkapkan PDAM Kabupaten Sidoarjo pun baru memberikan laba usaha hanya sebesar Rp 4,7 milyar ke Pemerintah Kabupaten. Itupun menurun sebelum pandemi tahun 2019 sebesar Rp 13 miliar. Sedangkan Surabaya memberikan laba usaha saat ini diatas Rp 250 milyar walaupun sudah mengeluarkan anggaran yang begitu besar untuk penggantian perpipaan yang begitu masif.

“Karena air minum merupakan hajat hidup orang banyak, maka tugas daripada Pemerintah terutama Kabupaten Sidoarjo untuk bisa segera merealisasikan pemenuhan akses jaringan perpipaan sampai keseluruh warga di Sidoarjo yang saat ini masih sangat minim. Dan menempatkan Sumber Daya Manusia yang profesional dan mempuni untuk mengendalikan PDAM Sidoarjo untuk pengelolaan air sungai menjadi air bersih dan air minum,” terangnya.

Hal itu dilakukan, lanjut Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra Jatim ini, agar masyarakat Sidoarjo yang jumlahnya 60% saat ini yang terpaksa menggunakan air tanah untuk kebutuhan air bersih. Bukan air minum harus bisa memanfaatkan air PDAM yang harus berasal dari sungai yang sangat melimpah di Sidoarjo benar benar untuk air minum. Dan bisa juga memanfaatkan air yang ditampung di Longstorage Kalimati yang saat ini tidak dimanfaatkan sama sekali sehingga diharapkan Sidoarjo bisa mandiri mendapatkan air minum dari sungainya sendiri seperti yang dilakukan oleh Surabaya.

BHS berharap tarif air minum di Sidoarjo harus dijual murah ke warganya agar warga tidak menggunakan air tanah kembali. “Karena air tanah yang banyak digunakan sangat membahayakan terhadap kondisi stabilitas tanah akibat tanah yang sebagai pelapis habis terpakai,” pungkasnya. (KJT) 

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *