SURABAYA,(Kabarjawatimur.com) –Babak baru kasus penganiayaan Tjiu Hong Meng alias Ameng (53) warga Surabaya yang melaporkan L beserta ayahnya HH (60) ke Polrestabes Surabaya pada bulan April 2024 lalu.
Kasus yang sudah diberitakan banyak media tentang perseteruan antara Ameng dan HH yang masih ada hubungan saudara kakak dan adik ini, kasus penganiayaan mencuat bermula diduga balas dendam dan berujung penganiayaan.
Laporan Ameng ini selama tiga bulan terakhir ditangani oleh unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya, namun hingga kini masih jalan ditempat.
Oleh karenanya, kuasa hukum Ameng,
kantor hukum FK LAW FIRM yang terdiri dari Ir Eduar Rudy, I Komang Aries Dharmawan dan Firman Rachmanudin, memberikan keterangan.
Rudy memberikan keterangan bahwa kasus yang ditangani untuk pihak lawan yaitu HH diduga melibatkan mafia tanah.
“Kasus ini terkesan jalan ditempat meski bukti bukti kuat yang diberikan ke unit Resmob Polrestabes Surabaya namun muatanya lambat ditangani. Dugaan kita dibelakang terlapor (HH) ada oknum mafia tanah,” kata Rudy, Minggu (4/8/2024).
Dijelaskan oleh Eduar Rudy, kenapa kasus penganiayaan ada keterlibatan oknjm mafia tanah?
pihaknya menjelaskan, pemukulan yang dilakukan oleh HH dengan anaknya L dikarenakan bermula bersitegang perebutan tanah bangunan warisan dari orang tua keduanya.
HH ini adalah kakak kandung Ameng, pihak HH inggin menguasai 4 sertifikat yang disimpan oleh Ameng. “Jadi orang tua Ameng ini mempercayakan sertifika tanah untuk disimpannya, dan untuk HH tidak dipercaya karena pernah membuat jera orang tua yang kini telah almarhum. Karena Klien kami Ameng tidak memberikan surat tanahnya sehingga dipukul mengunakan balok kayu,” tambah Eduar Rudy.
Dari aksi pemukulan yang dilakukan oleh HH kepada Ameng tenryata terekam CCTV. Karena tidak inggin adanya barang bukti sehingga HH merusak CCTV di lokasi tempat kejadian yang berada di Jl. Pahlawan samping rumah makan HaiNan.
“Nah dari bukti utama aksi pemukulan terlapor (HH) yaitu CCTV yang dirusaknya, tetap kami melalukan upaya agar pihak Polrestabes Surabaya mencari bukti CCTV lainya yang disekitaran,” tambaha Eduar Rudy.
“Upaya kami meminta Ameng diberikan keadilan hukum, ternyata direspon oleh pihak Polrestabes Surabaya. Namun responya sepihak, karena pihak terlapor ketakutan sehingga menyuruh pihak Polrestabes Surabaya melakukan pemangilan kepada Aming guna membahas perdamaian alias RJ,” jelas Eduar Rudy.
Menurut penilaian Kantor Hukum FK LAW FIRM, bahwa yang dilakukan oleh pihak Satreskrim Polrestabes Surabaya ada kesalahan. Terkait penyelesaian damai atau Restorative Justice (RJ) adalah dilakukan lebih dahulu antara kedua belah pihak (terlapor dan pelapor). Bila sudah terwujud kesepakatan maka dihadapkan dan disaksikan oleh Kepolisian.
Terkait upaya pihak terlapor yaitu HH dan L melalui Satreskrim Polrestabes Surabaya guna korban Ameng agar mencabut laporan penganiayaan.
Pertemuan yang terjadi pihak terlapor HH beritikad memberikan dana ganti rugi kepada Ameng, namun ditolak dan menuntut kasus dilanjutkan.
“Akibat pemukulan yang dilakukan oleh kakak dan anaknya itu saya tidak terima. Saya mengalami sakit hingga 1 bulan harus istirahat dan ada beberapa hal yang tidak bisa saya maafkan dan tidak inggin damai, kasus lanjut terus,” tegas Ameng.(*)